Sejarah

1. Motivasi Berdirinya SD Muhammadiyah 5 Kadipiro
Indonesia pada tahun-tahun 1959-1960 dalam nuansa politik ‘Nasakom’ (Nasional Agama Komunis), yang dimaksud guna mempersatupadukan kekuatan bangsa yang digagas oleh Presiden Sukarno. Hal itu tidak lepas dari naik daunnya PKI setelah ditumpas pemberontakannya pada tahun 1948 (peristiwa madiun) dan merasa Berjaya dalam pemilu tahun 1955 sebagai empat besar (PNI, Masyumi, NU, PKI). Lebih-lebih setelah Masyumi bubar pada tahun 1961.
Akibat situasi politik yang demikian itu umat islam menjadi golongan yang dicurigai, termasuk Muhammadiyah. Karena muhammadiyah pernah menjadi anggota istimewa masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), bahkan seolah-olah “musuh” PKI. Oleh PKI dicap sebagai antek imperalis-kapitalis, setan kota, kaum kontrev (kontra revolusi), kaum reaksioner dan sebagainya.
Umat islam di Kadipiro yang meras disudutkan, apalagi jumlah mereka yang relative sedikit (minoritas), lalu menghimpun diri dalam rangka mempertahankan keislamannya.

2. Berdirinya PTDI (Perguruan Tinggi Dakwah Islam) di Solo Utara.
Muhammadiyah telah ada di solo utara sejak zaman Belanda, dengan berdirinya “grup nusukan” namun jumlah islam sangat sedikit (minoritas) di tengah mayoritas kaum abangan. Jumlah warga muslim kira-kira hanya 60 orang. Mereka terhimpun dalam kelompok pengajuan mingguan, tentu saja selain hadir dalam kegiatan masjid-masjid yang saat itu ada si solo utara baru ada tiga masjid : Takmirul Wathon, Astana Utara dan Taqwa Gebang, (bandingkan sekarang tahun 2008 lebih dari 60 buah).
Kelompok pengajian itu kemudian membentuk Lembaga KOmisariat PTDI Solo Utara yang dipimpin oleh M. Bandi. Muhammadiyah sementara hanya menekuni amal usaha yang ada, misalnya SD Muhammadiyah 3 Nusukan yang bediri pada tahun 1956.
Untuk dikeathui, PTDI bukanlah lembaga pendidikan sebenarnya, melainkan organisasi dakwah.
Sementara itu pengajian jum’at malam yang dipimpin oleh Bapak Abdul Manaf dengan dukungan PTDI menggagas (dan kemudian mewujudkan) adanya lembaga pendidikan agama islam bagi anak-anak berusia madrasah.

3. Bermula dari Madrasah Al Fatah
Di rumah Bapak Trunowijoyo Sukorejo sejak tanggal 1 Januari 1961 dibuka kursus PBH (Pemberantasan Buta Huruf) yang diikuti orang-orang tua dan anak-anak belasan tahun. Namun setelah berjalan tujuh bulan, belum juga ada perhatian apalagi bantuan dari Kelurahan Kadipiro, sehingga kemudian bubar.
Maka pada tanggal 17 Juli 1961 Bapak Trunowijoyo (Ketua RT 15) dan Bapak Sya’roni (Ketua Rt 16) berembug perlunya ada lembaga pendidikan dengan cara menghidupkan kembali PBH atau mendirikan sekolah sekaligus. Rundingan kedua orang itu ditindaklanjuti pada tanggal 14 Februari 1962 mengadakan rapat panitia pembentukan sekolah bertempat di rumah Bapak Trunowijoyo. Rapat yang dipimpin Bapak Masduki itu dihadiri Bapak Abdul Manaf, Bapak Sya’roni, Bapak M Usro, Bapak Truno (tuan rumah), Kebayanan Sukorejo, wakil dari kelurahan kadipiro dan undangan lainnya.
Dalam rapat itu disetujui membentuk sekolah atau madrasah yang oleh Bapak M. Busro diusulkan bernama Madrasah Al Fatah. Tahun Ajaran Baru ditetapkan pada bulan Syawal setelah hari raya Idul Fitri 1381 H.
Keputusan rapat itu diumumkan kepada masyarakat pada kesempatan perayaan halal bi halal di rumah Bapak Trunowijoyo di Sukorejo karangasem Kragilan. Pada tanggal 24 Maret 1962 yang dihadiri kira-kira 80 orang sekaligus diumumkan panitia pendiri madrasah.



Panitia Pendirian Madrasah Al Fatah

Ketua :
Sya’roni (40 tahun)
Penulis :
M.Busro (30 tahun)
Bendahara : 
Abdul Manaf (30 Tahun)
Anggota :
1. Trunowijoyo (40 tahun)
2. Masduki (33 tahun)
3. Suradi (25 tahun)
4. Sangidi (40 tahun)
5. Abu Salam (45 tahun)

Juga diumumkan untuk mengadakan perlengkapan sekolah seperti : meja, papan tulis, buku-buku administrasi dan lain-lain. Setiap bulan akan diadakan pertemuan Pengurus Sekolah dan Orang Tua murid diharapkan membawa sumbangan uang kira-kira Rp 50,- (lima puluh rupiah) tiap orang.
Hari-hari berikutnya diadakan kerja bakti memperbaiki rumah limas an Bapak Trunowijoyo yang akan digunakan untuk kegiatan belajar mengajar. Maka penduduk tua maupun remaja desa itu bergotong-royong mengumpulkan bahan bangunan sederhana misalnya kayu dan bambu. Rumah itu disekat menjadi 4 bagian untuk ruang kelas. Bahkan dibuatkan sumur sedalam 20 meter dengan biaya cukup besar.
Gotong royong berikutnya adalah mengumpulkan “mebeler” dan alat belajar lainnya. Ada yang membuat atau pesan ada yang menyerahkan dingklik/kursi miliknya, maka dibukalah pada

Madrasah Al Fatah atau SD Muhammadiyah 5 Kadipiro. Itulah tanggal milad (ulang tahun/hari lahir) sekolah ini.
Sebagai modal pertama murid madrasah itu adalah anak-anak tanggung bekas murid kursus PBH dari desa Sukorejo, Kragilan, Karangasem, Pundunggede, Serutan, Nayu Wetan.
Guru tunggal merangkap Kepala Madrasah adalah Bapak Suradi, namun tak lama kemudian mendapat bantuan guru dari Depag yaitu Bapak Suparwi dan Bapak Romdhoni, kemudian dibentuk POMG (Persatuan Orang Tua Murid dan Guru).

Susunan Pengurus
Persatuan Orangtua Murid dan Guru
Madrasah Al Fatah Kadipiro

Pelindung :
Bp. Padmokartono (Lurah Kadipiro
Ketua :
Bp. Joyosuwito (Kebayan)
Penulis :
Bp. Suparwi (Guru)
Anggota :
1. Bp. Wiryodikromo (Orangtua murid)
2. Bp. Damari (Masyarakat)

Pada saat makin memanasnya suhu politik tanah air, menjelang meletusnya G-30-S/PKI tahun 1965, diduga karena pengaruh provokasi simpatisan PKI Bapak Trunowijoyo perintis Madrasah Al Fatah membalik memusuhinya.
Menurut penuturan Bapak Sukino, siswa angkatan pertama madrasah itu, Bapak Trunowijoyo menghalang-halangi siswa dan guru madrasah yang akan masuk sekolah, bahkan sampai mengacung-acungkan sabit segala. Dan ternyata setelah sekolah ditinggalkan guru dan muridnya, dipindahkan ke rumah Bapak Damri di Pundunggede. Bekas Madrasah itu dipajang untuk…..peringatan hari ulang tahun PKI.
Di Pundunggede muridnya sangat sedikit, karena takut ancaman, hanya tinggal belasan anak saja. Namun sebaliknya sesudah pemberontakan G-30-S/PKI, dan sekolah telah dipindahkan ke jalan Sumpah Pemuda (depan UNISRI), anak yang memasuki sekolah itu berlimpah-limpah, jumlah murid pernah mencapai 300 anak, berarti rata-rata tiap kelas lebih dari 50 anak.
Bahkan pada sekitar tahun 1957 madrasah pernah membuka filial di kampong Serutan. Mula-mula dirumah Bapak M.Bandi, lalu dipindahkan ke seberang rel (sebelah barat rel) menyewa rumah Bapak Harjo yang disekat-sekat dengan gedeg menjadi tiga ruangan.
Untuk merekrut murid, seorang ibu rumah tangga penduduk setempat, Ibu Sulastri dipercaya mencari murid dari anak-anak sekitar Serutan. Namun saying, tingkah laku Ibu Sulastri tidak disenangi orang tua murid, lalu dikeluarkan oleh pengurus (PRM Kadipiro). Dia marah-marah menentang PHK atas dirinya itu, bahkan sempat mengancam dengan kekerasan bersama suaminya, seorang yang suka emosional.
Sekolah final itu terdiri tiga kelas dengan total murid kira-kira 50 orang anak, dengan Kepala Sekolah Bapak Masruri (terakhir kepala sekolah SD Al Islam Gebang), bersama Ibu Kus Murtiati yang keduanya guru agama negeri dan dua orang guru wiyata bakti; Ibu Sri Sulastri dan Bapak Sumari. Sekolah filial ini hanya bertahan selama tiga tahun setengah (1967 – 1971). Setelah dilikuidasi, murid yang ada digabungkan kembali ke SD induk di Jl. Sumpah Pemuda.
Sejalan dengan semakin “jayanya” madrasah/sekolah itu, maka pengurus POMG diperbaharui (diganti) sebagai berikut :

Pengurus POMG
SD Muhammadiyah 5 Kadipiro

Ketua :
Bp. Abdul Manaf
Penulis :
Bp. M. Busro
Bendahara :
Bp. Suyadi
Anggota :
1. Bp. Amir Tihan
2. Bp. Taslim
3. Bp. Darussalam

4. Resmi Menjadi SD Muhammadiyah 5 Kadipiro
Dalam rapat pada tanggal 17 Pebruari 1967 yang dihadiri Pimpinan Ranting Muhammadiyah Kadipiro, orang tua murid dan umat islam, nama Madrasah AL Fatah dikonversi (diganti) menjadi Sekolah Dasar Muhammadiyah 5 Kdipiro dan tak lama kemudian mendapat pengesahan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Sementara itu lalu didirikan madrasah lain di kampong Sruni dan dinamakan Madrasah Al Fatah. Dan ketika dikemudian hari Madrasah Al fatah Sruni juga dikonversi menjadi SD Muhammadiyah 22 Sruni, agar nama Al fatah tidak hilang, dibentuk Madrasah Al Fatah dikampung Sekip di rumah Bapak Badran Mulyosuyarso sekaligus didirikan Masjid Al Fatah. Namun madrasah itu tidak berumur panjang karena kurang diminati masyarakat. Maka murid yang masih ada lalu digabungkan dengan SD Muhammadiyah 5 Kadipiro.

5. Sejarah Pergedungan SD Muhammadiyah 5 Kadipiro
Di depan sudah dijelaskan, pada mulanya sekolah ini berlokasi di Desa Sukorejo Kragilan (1962 – 1965), di rumah Bapak Trunowijoyo atau Trunosalimi.
Mengapa sekolah ditempatkan dirumah itu, karena pada waktu orang-orang simpatisan PKI sudah mulai berani terang-terangan memusuhi umat islam. Bapak Truno sendiri sebernarnya juga seorang simpatisan komunis, namun ia sebagai tokoh masyarakat (Ketua RT Sukomulyo) yang disegani orang. Dengan menempatkan sekolah ditempat itu diharapkan orang yang akan mengganggu anak sekolah akan merasa takut.
Tetapi pada puncak kejayaan PKI tahun 1965, orang-orang PKI rupa-rupanya bisa mempengaruhi Bapak Truno, ia membalik tidak menyukai sekolah ini. Dikatakan “Sekolah Masyumi” yang banyak tulisan arab, ia menjadi terganggu pekerjaannya sebagai petani dan sebagainya. Sampai ia menyatakan kepada Bapak Lurah Kadipiro sekolah akan ditutup, namun tidak disetujui oleh Bapak Lurah. Ia lalu berulah dengan cara alat-alat pertanian, bajak, cangkul dan lainnya dimasukkan ke dalam kelas. Puncaknya ia menghalang-halangi guru dan murid masuk sekolah dengan mengacung-acungkan sabit segala. Tentu saja guru dan murid takut untuk masuk sekolah. Karena itu sekolah lalu dipindahkan ke Pundunggede di rumah Bapak Damari, tepatnya di tepi jalan besar sebelah selatan (kini untuk toko kayu).
Di Pundunggede tidak lama, hanya tiga tahun (1965 – 1968), karena terjadi keretakan bahkan perpecahan keluarga Bapak Damari, sampai-sampai Bapak Damari pindah ke Semarang. Sekolah dipindah lagi ke rumah Bapak Suradi (Kepala Madrasah Al Fatah) di kempung Gedong, disebelah kampus UNISRI sekarang.
Kemudian warga muhammadiyah bergotong-royong mendirikan bangunan sekolah sederhana dari bahan kayu dan bamboo di pekarangan rumah Bapak Abu Salam kampong Bonoloyo Karangasem. Selain bangunan sekolah didirikan juga masjid kecil untuk memindahkan musholla Bapak Nur Ghufron yang terletak di seberang jalan Masjid itu semula bernama Masjid Nur Huda, namun akhirnya bernama Masjid Al-Huda.
Saat itu lokasi rumah Bapak Abu Salam yang berada dekat pemakaman Bonoloyo sangat sepi, bahkan sering dilaporkan adanya penjarahan oleh penyamun (Begal, Jw), selain itu dekat lapangan (sekarang untuk kampus UNISRI) yang sangat sepi di waktu malam.
Maka dengan didirikannya sekolah dan masjid ditempat itu diharapkan tempat itu menjadi lebih ramai. Namun apa lacur, bangunan gedeg yang belum lama ditempati itu roboh,. Maka murid-murid kembali dibawa ke rumah Bapak Suradi di Gedong.
Kemudian di bekas bangunan yang roboh itu dibangun bangunan semi permanent serta ditempati oleh SMP Muhammadiyah 2 yang semula bertempat di kampong Kadipiro (disebelah selatan rumah Bapak H. Ahmad Hadi Suparto). Namun kemudian SMP Muhammadiyah 2 pindah ke bangunan baru SD inpres di kampung Sambirejo Kadipiro. Namun kemudian bangunan itu diminta SD Pancasila yang seterusnya dinegerikan menjadi SD Negeri Sambirejo.
Bapak H. Sudjudi Kepala SMP Muhammadiyah 2 lalu berusaha minta tanah kepada Pemerintah Kota Surakarta. Setelah menjalani perjuangan berliku-liku pada akhirnya SMP Muhammadiyah 2 memperoleh bantuan dari pemerintah Kota Surakarta berupa tanah seluas ± 1000 meter persegi dengan status Hak Guna Bangunan, maka setelah SMP pindah ke komplek itu dikampung Sekip (Lokasi SMP itu sekarang) setelah pembangunan gedungnya selesai maka bangunan semi permanen tinggalan SMP di Bonoloyo (Jl. Sumpah Pemuda) pada tahun 1971 dibangun permanen oleh warga Muhammadiyah yang dikordinir oleh Bapak Abduk Manaf, bapak Abu Salam, bapak Sya’rono dan sebagainya. Bangunan yang dimaksud disini adalah bangunan tiga ruang di depan masjid Al-Huda, membujur ke utara.
Pada tahun 1981 rombongan jamaah Haji 1979 yang dikoordinir oleh Bapak H Suyadi, salah satu anggota rombongan itu membuatkan satu ruangan agak besar (ukuran …..x……meter) beserta Kantor SD di sebelah utara masjid yang pelaksanaannya adalah CV Daryono. Mungkin dimaksudkan selain dimanfaatkan oleh sekolah, ruangan itu bisa digunakan untuk pertemuan-pertemuan. Ruangan itu sekaligus sedah bentuk permanen.
Pada tahun 1997 bangunan SD sebelah timur tiga ruangan, berhubung atapnya dikhawatirkan akan runtuh, maka atap iganti total dengan kerangka kayu jati yang disponsori Bapak H. Munawir.
Selanjutnya “Sengketa” masalah tanah di Bonoloyo (Jl. Sumpah Pemuda) dapat dilihat kronologinya dibawah ini :

6. Kronologi Status Tanah Jl. Sumpah Pemuda (Lokasi Lama SD Muhammadiyah 5 Kadipiro)
1973 Dalam omong-omong non formal (bukan rapat) antara Bapak Abu Salam, Bapak Suyadi, bapak M Busyro, Bapak Abdul Manaf “pemilik tanah” tanah Bapak Abu Salam menyatakan akan diwakafkan tanah untuk masjid. Tidak dijelaskan keseluruhan tanah pekarangan atau hanya seluas (trep-e masjid, Jw) bangunan masjid. Tetapi Bapak Abu Salam tidak memberitahukan hal itu kepada anak-anaknya dan belum sempat disertifikatwakafkan sampai beliau wafat.
1984 Sepeninggal Bapak Abu Salam para puteranya selain Romlah (Nyonya Ngatmanto) hanya mengakui yang diwakafkan hanya seluas bangunan masjid. Bahkan tanah itu lalu dibagi kepada ahli waris. Bahkan disebelah kelas lalu didirikan bangunan took permanen (milik Ibu Romlah).
1995 sementara itu mengingat status kepem,ilikan tanah belum jelas, menyulitkan SD Muhammadiyah 5 memperoleh bantuan dari manapun termasuk bantuan dari pemerintah untuk sementara itu pihak keluarga almarhum Bapak Salam makin lama makin bertingkah dan semaunya sendiri, misalnya:
a. Mendirikan warung di sudut barat laut masjid berukuran 6x5 m berhimpitan dengan SD (namun entah mengapa warung dibiarkan kosong).
b. Ketika Bapak Sukirno memasang sanyo penyedot air dikolah sekolah, paginya kolah dikunci, sehingga terpaksa ada anak –maaf- tinjanya keluar dicelananya.
c. Di luar pagar sekolah mungkin atas izin keluarga almarhum bapak Abu Salman didirikan dua kios warung yang menutup pandangan dari masjid ke jalan raya.
d. Di bekas bak loncatr, tanpa memberi tahu didirikan toko bangunan permanen.
e. Mengingat tanah di Jl. Sumpah Pemuda dimana SD itu terletak belum bersertifikat, Majelis Wakaf PDM Kota Surakarta hendak memintakan sertifikat hak milik karena SD sudah menempatinya lebih dari 20 tahun (1973 – 1995). Namun apa lacur, ketika petugas pengukur tanah dari BPN datang untuk mengukur, diusir secara kasar oleh keluarga Bapak Abu Salam dan dikatakan bahwa ini tanah keluarga dan sudah dibagi-bagi oleh ahli waris.
2007 Ketika SD Muhammadiyah 5 akan memperoleh bantuan DAK (Dana Alokasi Khusus) dari pemerintah, Majelis Dikdasmen PCM Solo Utara mengklarifikasikan maslah tanah itu.
a. Pada kali pertama Sdr. Wiratno memperbolehkan SD dibangun asal tidak menambah luas tanah, ditingkatpun boleh.
b. Pada kali berikutnya ketika diminta kebolehannya secara tertulis, ia berbalik SD sama sekali tidak boleh dibangun di tempat itu ketika kemungkinan tanah dibeli Muhammadiyah, dijawab tidak boleh.
2008 Alhamdulillah, Muhammdiyah bisa membeli tanah yang selanjutnya dibangun gedung SD bertingkat untuk 6 lokal di Kragilan dan sudah bisa ditempati mulai tanggal 14 Juli 2008. Sedangkan gedung lama belum dibongkar, karena belum ada dana untuk membongkar. Pada awal Agustus 2008 ada kabar gedung ruang kelas III telah dibongkar orang. Diduga yang membongkar adalah ahli waris. Pada tanggal 14 Agustus 2008 bakda ashar Muhammadiyah mengadakan rapat di rumah Bapak H. Munawir yang dihadiri Bapak hadi Suparto, Bapak H. Mahfudz Wasyim, Bapak H. Nurdin Aktif, Bapak Sukirno dan Bapak HM Hadirin, memutuskan pembongkaran akan dilaksanakan dua hari lagi. Pada hari yang telah ditentukan itu didatangkan 6 orang pekerja beserta truk, namun ketika akan bekerja membongkar dihalangi oleh Sdr. Wiratno dikatakannya “bangunan tidak boleh dibongkar karena milik keluarga (padahal yang mendirikan Muhammadiyah dan jamaah haji), kecuali kalau membayar sewa sejak pertama kali ditempati sampai sekarang (1973 – 2008). Para pekerja urung membongkar. Perkembangan selanjutnya wallahu a’lam.

7. Perjuangan untuk Memperoleh Tanah Kragilan untuk SD Muhammdiyah 5
Dengan adanya pernyataan penolakan tersebut diatas dari ahli waris Bapak Abu Salam, maka tidak ada jalan lain selain Muhammadiyah harus mencari lokasi lain untuk memindahkan SD Muhammadiyah 5 Kadipiro.
Adalah Bapak Sukirno, warga Muhammadiyah sekaligus murid angkatan pertama Madrasah Al fatah dan Badan Penyantun SD Muhammadiyah 5 yang gigih dan bertempat tinggal di Kragilan menawarkan pekarangan kosong di dekat rumahnya yang kabarnya akan dijual. Maka Bapak H Mahfudz Wasyim ditemani Bapak HM hadirin meninjau lokasi tanah yang ditawarkan itu. Namun karena letaknya di lembah dan disebelahnya mengalir parit agak besar, kedua bapak itu meragukan untuk menguasai tanah itu.
Sementara itu Bapak H. Nurdin Aktif dan Bapak Sukirno menghubungi pemilik tanah itu, yaitu Bapak Sugiman yang tinggal di kampung Gambiran Cemani Grogol Sukoharjo. Meskipun belum ada gambaran darimana akan mendapatkan uang untuk membeli tanah itu, keduanya telah menawar sementara, namun tidak terjadi persesuaian harga.
Pada waktu berikutnya Bapak Drs. H. Mahfudz Wasyim ditemani Bapak Sukirno mengadakan negoisasi ulang dengan Bapak Sugiman ternyata tercapai kesesuaian. Pemilik tanah seluas 890 m2. Tersebut bersedia melepaskan tanahnya senilai 125.000.000,- (Seratus Dua Puluh Lima Juta Rupiah).
Untuk membeli tanah itu Muhammadiyah hanya mempunyai uang tunai 30.000.000,- (Tiga Puluh Juta Rupiah).
Untung kita mempunyai Bapak Nurdin Aktif yang pandai berdiplomasi mengetuk hati seorang dermawan Bapak H Srimanto, yang bersedia memberi pinjaman tanpa bunga sebanyak 95.000.000 (Sembilan Puluh Lima Juta Rupiah). Pengambilan uang di bank dari pihak pembeli hadir bapak dan ibu Sugiman, anak dan menantunya. Dari Pihak pembeli hadir bapak Drs. H, Mahfudz Wasyim, Bapak H. Nurdin Aktif, Bapak HM Hadirin dan yang akan membayar bapak/ibu H. Srimanto.
Maka tanah Kragilan segera dibersihkan dan diadakan peletakan Batu Pertama oleh Ibu Hj. Srimanto, diikuti Ketua PCM Bapak Drs. H. Djawari dan Ketua Majelis Dikdasmen PCM Solo Utara Bapak Drs. H. Mahfudz Wasyim.

8. Pengerahan Dana dan Dimulainya Pembangunan SD Muhammadiyah 5 di Kragilan.
Bersamaan pembangunan kampus SD Muhammadiyah 5 di Kragilan, ternyata secara diam-diam Bapak H. Munawir beserta keluarga dan teman-temannya berhasil mewujudkan impian lama warga Muhammadiyah Solo Utara untuk menguasai tanah disebelah selatan SD Muhammadiyah 3 (Jl. Sngasari No. 16 Nusukan dan Kantor Balai Muhammadiyah Solo Utara senilai Rp 400.000.000,- (Empat Ratus Juta Rupiah).
Semula Bapak H. Munawir hanya menyatakan akan membeli separuhnya saja dari tanah seluas 856 m2 itu, sisanya ditawarkan pemilik rumah sebelah (Bapak …………..). Bapak ini membeli seperempatnya dan diserahkan juga ke Muhammadiyah. Maka tinggal seperempat lagi yang belum terbayar, untuk itu PCM Solo Utara sepakat untuk memintat bantuan pinjaman kepada UMS senilai Rp. 70.000.000,- (Tujuh Puluh Juta Rupiah). Namun ketika proses peminjaman sedang berlangsung, kembali keluarga Bapak H. Munawir (anak-anak beliau) membayar yang seperempat bagian itu.
Maka ketika pinjaman Rp 70.000.000,- itu turun, dana itu dialihkan guna mengembalikan pinjaman SD Muhammadiyah 5 kepada bapak H. Srimanto, sehingga tinggal Rp 25.000.000 lagi, tetapi Bapak H. Srimanto menyatakan menyumbang Rp. 20.000.000,- jadi Muhammadiyah tinggal kurang Rp. 5.000.000 yang segera saja dilunasi.
Adapun pinjaman Rp. 70.000.000 dari UMS akan dikembalikan secara angsuran oleh segenap warga Muhammadiyah Solo Utara selama tiga tahun (Mei 2008 sampai April 2011), syukur bisa dikembalikan lebih cepat lagi.

9. Pembangunan Kampus Kragilan
Sebagai modal awal pembanguanan kampus Kragilan adalah dana DAK dari pemerintah. Namun ternyata turunnya dana selain bertahap juga tidak secara penuh berupa uang. Selain dipotong pajak juga turun berupa barang mebeler dan alat sekolah, komputer, meja murid, papan tulis, papan data dan sebagainya.
Dan yang dibutuhkan untuk pembangunan kampus Kragilan yang 128.000.000 itu dari DAK jelas tidak cukup. Maka kiprah Bapak H. Ahmad Hadi Suparto dan kawan-kawan untuk mencari tambahan dengan cara mengetuk hati para dermawan muslim sungguh mengharukan.
Secara bertahap DAK dan bantuan para aghniya’ dermawan mulai masuk dan panitia pembangunan pun sudah dibentuk.
Panitia pembangunan kampus kadipiro itu ditetapkan oleh Pimpinan Muhammdiyah Cabang Solo Utara dengan Surat Keputusan Nomor 005/Kep/IV.0/D/2007 tertanggal 23 Juni 2007 dengan susunan sebagai berikut :




Susunan Panitia Pembangunan
Gedung SD Muhammdiyah 5 Kadipiro

Penasihat :
1. Bp. Drs. H. Djawari
2. Bp. Mahfudz Wasyim
Penanggung Jawab :
Ibu Ning Rumiyati (Kepala Sekolah)
Ketua :
Bp. Sugiarto, S.Pd
Sekretaris :
Ibu Tien Miluati, S.Pd
Bendahara :
Ibu Sri Wiji, A. Ma
Bidang Pelaksana
Ketua :
Bp. H. Ahmad Hadi Suparto, BA
Anggota :
1. Ibu Hj. Srimanto
2. Bp. Sukrino
3. Bp. Sutarno, S.Pd
Bidang Sarana Prasarana
Ketua :
Bp. Sugiatmo, A.Ma
Anggota :
1. Bp. H. Munawir
2. Bp. H. Sarudji
3. Bp. Nurhadi Mulyono

Alhamdulillah, pembangunan pokok telah dapat diselesaikan dan sudah dapat ditempati mulai tanggal 14 Juli 2008, sedang bangunan penunjang sedang dalam proses, seperti penimbunan halaman yang menelan lebih dari 100 rit tanah urug, pemasangan paving dihalaman, pembuatan pagar dan gapura depan, pembuatan pagar halaman disebelah barat dan lain-lain sambil terus diupayakan bantuan dari warga dan simpatisan Muhammadiyah.
Namun gedung yang sudah ditempati sudah terlihat dari dengan lemari, meja murid dan hiasan-hiasan kelas serba baru dan terus Insyaallah akan ditambah.
Secara singkat dana yang telah diserap guna pembangunan gedung SD Muhammadiyah 5 Kadipiro di Kragilan adalah sebagai berikut :
1. Pembelian tanah Rp. 125.000.000
2. Bangunan pokok 6 lokal (dua tingkat) Rp. 415.000.000
3. Pagar dan gapura depan Rp. 8.000.000
4. Paving halaman Rp. 9.000.000
5. Penimbunan tanah urug Rp. 9.000.000
6. Pagar halaman bagian barat Rp. 5.550.000
7. Peraga/hiasan kelas Rp. 2.000.000
Jumlah Rp. 570.550.000

10. Menghidup-hidup SD Muhammadiyah 5 Kadipiro
Boleh dikata selama ini SD Muhammadiyah 5 Kadipiro adalah SD yang duafa’ (lemah) bahkan madzlum (teraniaya), pernah dihalangi ikut lombab yang membawa nama gugus (Kelompok 8 SD) sebab dikhawatirkan menjatuhkan nama baik gugus.
Pada kenyataannya SD ini (terutama dalam 10 tahun terakhir 1995- 2008) murid hanya sekitar 100 anak, gurunya hampir semua guru GTT (Guru Muhammadiyah), gedung kurang memadai, demikian pula alat-alat sekolah. Namun pada tahun 2008 ini mulai menggeliat rangking kelulusan tahun 2007 masih rangking 271 dari 275 SD, kini telah rangking 190-an, suatu kenaikan 80 peringkat! Bukan main. Berkat perjuangan kepala sekolah dan guru-gurunya.
Adalah Bapak H. Nurdin Aktif, Bapak kelahiran Sumatera Selatan yang sudah fasih berbahasa Jawa ini sangat besar keprihatinan dan perhatian beliau kepada SD Muhammadiyah 5 Kadipiro. Setiap tahunnya beliau selalu mengusahakan menopang kehidupan SD ini, seperti misalnya :
- Pengadaan seragam gratis bagi murid kelas 1
- Mencari donasi bagi anak kurang mampu guna membayar SPPnya.
- Mengusahakan kambing qurban.
Lain lagi dengan Bapak H. Ahmad hadi Suparto yang mempunyai kegigihan dan keahlian mengetuk hati para aghniya’ untuk mengeluarkan dana bagi pembangunan kampus baru SD Muhammadiyah 5 di Kragilan. Sehingga berjumlah hampir setengah milyard. Bukan itu saja, beliau terjun langsung mengatur pembangunan kampus itu tanpa dibayar. Sangat besar pula Bapak H. Munawir dalam pembangunan itu.
Namun saya percaya Bapak-bapak itu berbuat dengan penuh keihklasan dan hanya mengharap ridho dari Allah, bahkan akan tiak senang jikalau diekspose disini. Perlu diketahui bahwa SD Muhammadiyah mempunyai seseorang dewan penyantun yang luar biasa dia mengerahkan teman-temannya membuatkan mushola untuk SD Muhammadiyah 5 sampai selesai sehingga mulai tanggal 1 Pebruari 2010 mushola itu sudah bisa digunakan anak untuk sholat dhuha bersama dan sholat dhuhur berjamaah.
Kita tunggu hasil perjuangan guru dan kepala sekolah berikutnya, perkembangan apa yang akan mereka persembahkan kepada Muhammadiyah dan masyarakat setelah menempati gedung baru, peralatan yang makin disempurnakan dan perhatian Majelis Dikdasmen PCM Solo Utara yang makin meningkat ini. Semoga perjuangan mereka diberkahi Allah. Amin.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Berdirinya SD Muhammadiyah 5 Surakarta tidak terlepas darii keperluan masyarakat akan lembaga pendidikan Islam yang dimulai dengan dibukanya kursus PBH (Pemberantasan Buta Huruf) pada tanggal 1 Januari 1961 di rumah Bapak Trunojoyo Sukorejo, desa Sukorejo Kragilan. Pada tanggal 14 Februari 1962 beliau mengadakan rapat pembentukan sekolah atau madrasah yang diberi nama Madrasah Al Fatah dengan dukungan dan sumbangan sarana prasarana dari masyarakat, pada tanggal 27 Maret 1962 Madrasah Al Fatah dibuka, sebagai siswa adalah anak-anak yang mengikuti PBH dari desa sekitar, sebagai Kepala Sekolah merangkap guru tunggal adalah Bp. Suradi.
Setelahpemberontakan  G-30-S/PKI, sekolah dipindah ke jalan Sumpah Pemuda (depan UNISRI), siswa mencapa 300 anak.

Pada tanggal 17 Februari 1967, nama SD Al Fatah diganti menjadi SD Muhammadiyah 5 Kadipiro yang kemudian disahkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang dikelola oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah Kadipiro, kemudian dipindahkan ke Pimpinan Cabang Muhammadiyah Solo Utara (majelis Dikdasmen)
Pada tanggal 14 Juli  2008, Yayasan Muhammadiyah membeli tanah di desa Kragilan dan SD Muhammadiyah dipindah di desa Kragilan

Dalam kurun waktu  semenjak didirikannya sudah mengalami pergantian kepala sekolah sebanyak Sembilan kali, yaitu:
1.    Bapak Suradi
2.    Bapak Ali Muhdi
3.    Bapak Sukardi
4.    Bapak Ahmadi
5.    Bapak H. Marzuki Amir
6.    Bapak Sukarno
7.    Ibu Ning Rumiyati
8.    Bapak Sugiyarto, S.Pd
9.    Ibu Nuril Hidayati (sampai sekarang)

Dalam sejarah perkembangannya, SD Muhammadiyah 5 pernah mengalami kejayaan, dimana jumlah siswa mencapai 300 anak, bahkan sempat membentuk filial pada tahun 1967-1971), namun mulai tahun 1995 sampai sekarang, siswa SD Muhammadiyah 5 banyak berkurang, hanya berkisar 100 siswa. Melihat kondisi semacam itu, sekolah menjalin kerjasama dengan Komite, Pengurus Yayasan Muhammadiyah maupun Aisyiyah terus berusaha mencari kiat-kiat untuk mengembangkan sekolah agar berkwalitas dan punya kuantitas yang baik.

Saat ini pembenahan karakter anak dan guru mulai dilakukan di SD Muhammadiyah 5 Surakarta, dengan menjaga kebersihan lingkungan sekolah, sopan berucap, beribadah dengan baik. Jumlah siswa pada Tahun Pelajaran 2014/2015 sudah mencapai 94 siswa, dengan jumlah tenaga guru 9 orang yang semuanya swasta (yayasan Muhammadiyah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar